Sebelum kita membahas mengenai Pemanfaatan Batubara (Coal Utilization), sebaiknya kita harus mengetahui apa itu Batubara, berikut uraian mengenai Definisi Batubara :
1. Pendahuluan
1.1 Definisi Batubara
Batubara adalah batuan sedimen yang tersusun oleh lebih dari 70% (persentase volume) material organik, mudah terbakar, terbentuk dari hasil pembusukan sisa sisa tanaman purba. Pembusukan sisa sisa tanaman ini sangat dipengaruhi oleh proses biokimia yaitu penghancuran oleh bakteri. Akibat penghancuran oleh bakteri tersebut, bahan sisa sisa tanaman kemudian terendapkan dan terkumpul/terakumulasi sebagai suatu masa yang belum terkonsolidasikan (‘unconsolidated’), yang disebut gambut (peat), dan kemudian karena timbunan lapisan di atasnya endapan tersebut menjadi padat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembentukan gambut (peatification) terjadi karena akumulasi sisa sisa tanaman, tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa rawa, dengan sistim pengeringan buruk yang selalu tergenang air, pada kedalaman 0,5 – 1,0 meter (Stach dkk., 1982). Selanjutnya oleh aktifitas bakteri anaerobik dan fungi akan diubah menjadi gambut (Gambar 1.1), pada tahapan ini yang berperan adalah proses biokimia.
Gb. 1.1 Tahapan/Proses Pembentukan Endapan Batubara
1.2 Sifat Fisik Dan Kimia Batubara
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia pembentuk batubara tersebut, dimana perubahannya sesuai dengan peningkatan mutu batubara. Berat jenis batubara tergantung pada jumlah kandungan mineral atau abu (ash) dan kekompakan atau porositas.
Secara umum sifat fisik batubara adalah sebagai berikut:
– Berwarna coklat sampai hitam.
– Berlapis menyerupai batuan sedimen.
– Padat.
– Mudah terbakar.
– Kedap cahaya.
– Non kristalin.
– Berkilap kusam sampai cemerlang.
– Berat Jenis 1,25 1,70.
– Kekerasan 0,5 2,5.
– Bersifat getas.
– Pecahan kasar sampai konkoidal.
Sifat kimia batubara dipengaruhi oleh faktor pembentuk, infiltrasi material asing selama dan sesudah pembentukan batubara. Unsur kimia utama pembentuk batubara adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) dan sulfur (S).
Faktor faktor yang mempengaruhi komposisi batubara antara lain adalah :
Cara penimbunan dan penguburan tanaman pembentuk batubara.
Usia endapan dan penyebaran geografis batubara.
Srtuktur tanaman pembentuk batubara.
Komposisi kimia bahan rombakan.
Keadaan dan intensitas mikrobiologi
Geologi sejarah pengendapan batubara.
1.3 Komponen Komponen Penyusun Batubara
Batubara merupakan gabungan dari beberapa macam komponen yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan oksigen dalam ikatan kimia bersama sama dengan unsur lain seperti sulfur. Jadi secara garis besar komposisi batubara terbentuk dari material organik (organic matter) dan material mineral (mineral matter) serta unsur air (moisture). Material organik pada batubara terdiri dari 3 kelompok maseral (maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan), vitrinit, inertinit dan liptinit.
Klasifikasi dan nomenklatur dari material organik mengacu pada ‘Australian Standard for Coal Maceral Analysis’ (AS 2856, 1986) yang berasal dari terminologi pada ‘the International Committee for Coal Petrology Handbook (1971, 1975). Material anorganik/ anorganic matter atau sering disebut ‘mineral matter’ meliputi(mineral-mineral lempung, silika, karbonat, pirit (sulfur), oksida besi dsb.)
Jenis material organik batubara Indonesia didominasi oleh maseral vitrinit. Perbedaan kandungan material organik dengan daerah lain kalaupun ada lebih kepada kuantitasnya dan bukan pada jenisnya. Deskripsi rinci analisis petrografi analysis mengacu pada terminologi dari International Committee for Coal Petrology Handbook (1971, 1975) sebagai berikut :
Batubara disebut humik apabila komposisinya berupa campuran sisa-sisa tumbuhan, dan disebut sapropelik apabila komposisinya didominasi olah spores dan algae. Komponen batubara tersebut lebih jelas dipelajari pada pengamatan mikroskop.
Komponen utama batubara yang berkaitan erat dengan pemanfaatan batubara adalah ‘moisture’, ‘ash’, ‘volatiles’, dan fixed carbon. Keempat komponen ini bersama dengan nilai kalori (‘calorific value’) merupakan parameter dalam menentukan rank batubara.
Air (moisture) yang terkandung dalam batubara terdiri dari air bebas (free moisture) dan air tertambat (inherent moisture). Air bebas (free moisture) adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler dan mempunya tekanan uap normal. Air tertambat (inherent moisture) adalah air yang terikat secara fisik dalam batubara pada struktur pori pori sebelah dalam, dan mempunyai tekanan uap lebih rendah dari pada tekanan normal. Kadar air lembab dipakai sebagai karakteristik dasar dari batubara, dimana kadar air tertambat bertambah besar dengan menurunnya peringkat batubara.
Abu (ash) yang terdapat dalam batubara dapat berupa inherent mineral matter atau extraneous mineral matter. Inherent mineral matter adalah pengotor yang berhubungan dengan tumbuhan asal pembentuk batubara. Material mineral jenis ini tidak dapat dihilangkan atau dicuci dari batubara. Pada umumnya kadarnya relatif rendah.
Extraneous mineral matter berasal dari tanah penutup atau lapisan lapisan yang terdapat di antara lapisan batubara, bentuknya dapat berupa butiran yang menyebar tidak beraturan, mengisi rekahan atau rongga. Kadar material mineral ini cukup tinggi akan tetapi kandungannya dapat dikurangi dengan proses pencucian.
Abu atau material mineral dalam batubara terutama terdiri dari senyawa Si, Al, Fe, Cr dan dalam jumlah yang tidak signifikan Ti, Mn, Mg, Na, K dalam bentuk silikat, oksida, sulfida, sulfat dan pospat. Sedangkan unsur seperti As, Cu, Pb, Ni, Zn dan Uranium terdapat dalam kadar yang sangat rendah, biasa disebut trace element.
Zat Terbang (volatile matter) terdiri dari gas gas yang mudah terbakar seperti H2, CO, metan dan uap yang mengembun seperti tar, CO2 dan H2O. Zat terbang mempunyai hubungan yang erat dengan peringkat batubara, dimana semakin rendah zat terbang semakin tinggi peringkat batubara.
Karbon Tertambat (Fixed Carbon) adalah karbon yang terdapat pada batubara berupa zat padat. Besarnya nilai karbon tertambat ditentukan oleh kadar air, abu dan zat terbang. Kadar karbon padat adalah : 100% – % (air + abu + VM). Semakin tinggi kadar karbon padat semakin tinggi pula peringkat batubara.
1.4 Unsur-unsur dalam batubara
Unsur-unsur yang ada di dalam batubara adalab karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), belerang (S), dan nitrogen (N). Karbon, hidrogen dan oksigen adalah unsur unsur utama pembentuk batubara, sedangkan belerang dan nitrogen hanya sebagai bahan pengikut. Belerang (sulfur) di dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk yaitu sebagai pirit, belerang organik dan belerang sulfat yaitu Ca dan Fe sulfat.
1.5 Klasifikasi Batubara
Klasifikasi batubara pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam penggolongan batubara, sehingga memudahkan bagi pengguna jasa dalam mengkorelasikan batubara dari berbagai tempat yang berbeda.
Klasifikasi berdasarkan peringkat/rank (Tabel 1) atau berdasarkan karakter batubaranya akan memberikan kemudahan dalam mempelajari batubara secara sistematik, sehingga memudahkan dalam memberikan penilaian, terutama yang menyangkut dengan yang disebut kualitas dalam dunia perdagangan (classification of coal market). Klasifikasi batubara tidak hanya digunakan untuk kepentingan akademis saja, akan tetapi diperlukan juga untuk membantu produsen batubara dalam melakukan transaksi perdagangan.
Tabel 1. Klasifikasi Batubara Berdasarkan Rank
Pada peningkatan rank batubara dari gambut sampai antrasit dalam suatu proses ‘coalification’ akan terjadi perubahan fisik dan kimia. Dengan demikian akan terjadi pula perubahan pada kualitas batubara sebagai sumber energi yang secara disederhanakan digambarkan pada Gambar 1.2 berikut.
Gambar 1.2 Perubahan pada Beberapa Komponen Bartubara dengan Peningkatan Rank
2. Latar Belakang Geologi dalam Pemanfaatan Batubara
Pembentukan dan perkembangan suatu endapan batubara ditentukan oleh keadaan atau kondisi geologi, baik yang bersifat regional maupun yang sifatnya setempat. Proses-proses geologi yang berlangsung menentukan karakteristik batubara begitu pula dengan kualitas batubara. Dengan demikian upaya pemanfaatan batubara harus selalu memperhatikan data dan informasi atau latar belakang geologinya.
2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rank
Sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi berupa endapan gambut kemudian tertimbun oleh endapan endapan sedimen seperti batulempung, batulanau dan batupasir. Seiring dengan perjalanan waktu yang mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta tahun, gambut ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia akibat pengaruh temperatur (T), waktu atau lamanya pemanasan (t) dan juga tekanan (P), sehingga berubah menjadi batubara. Proses perubahan gambut menjadi batubara dikenal dengan istilah ‘coalification’. Pada tahap ini proses yang lebih dominan adalah proses geokimia dan fisika. Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap pematangan batubara yakni perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara bituminus sampai dengan batubara antrasit.
Pematangan material organik secara alami berjalan seiring dengan keberadaan endapan material organik tersebut dalam kerak bumi. Meningkatnya timbunan sedimen di atas endapan material organik menyebabkan semakin dalam endapan material organik tersebut pada kerak bumi, akibatnya panas yang bekerja pada material organik tersebut akan semakin efektif. Hal ini disebabkan oleh temperatur bumi yang semakin meningkat bersama kedalaman. Pematangan bahan organik juga dapat terjadi akibat pengaruh panas dari ‘luar’ seperti intrusi batuan beku, sirkulasi hidrotermal, panas gesekan dan komplikasi tektonik. Pemanasan seperti ini ditunjukkan dengan timbulnya anomali peringkat batubara menjadi semi antrasit atau antrasit seperti yang dijumpai di daerah Suban Tanjung Enim (Sumatera Selatan).
Temperatur (T) dan waktu atau lamanya pemanasan (t) merupakan 2 hal yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pematangan batubara, semakin tinggi temperatur dan semakin lama pemanasan, akan semakin tinggi peringkat/rank batubaranya. Oleh karena itu, batubara yang berumur lebih tua umumnya mempunyai peringkat batubara yang lebih tinggi.
Tekanan (P) oleh beberapa peneliti dianggap mempunyai pengaruh terhadap proses pematangan batubara. Namun peneliti yang lain berbeda pendapat, kalaupun ada pengaruhnya relatif kecil atau tidak secara langsung dibandingkan dengan temperatur dan waktu. Dalam hal ini tekanan hanya berfungsi untuk memadatkan bahan organik dan menurunkan kandungan airya.
Urutan proses pembentukan batubara dapat diringkaskan sebagai berikut :
• Gambut, merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan masih memperlihatkan sifat dari bahan asalnya (tanaman asal).
• Lignit, sudah memperlihatkan gejala perlapisan dan struktur kekar. Endapan ini dapat dipergunakan untuk pembakaran bertemperatur rendah.
• Bituminus, dicirikan dengan sifat sifat padat dan hitam. Batubara jenis ini dapat dipergunakan untuk bahan bakar bertemperatur sedang tinggi.
• Antrasit, berwama hitam, keras, kilap tinggi. Pada proses pembakaran memperlihatkan wama biru dan dapat dipergunakan untuk bebagai macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi.
Beberapa batuan yang sering ditemukan berasosiasi dengan batubara, yaitu :
• Batubara lempungan (shaly/clayey coal), yaitu batubara yang mengandung komponen lempung, dalam hal ini batubara adalah yang dominan.
• Batulempung batubaraan (coaly shale/clay), yaltu batulempung yang mengandung komponen/fragmen batubara.
• Batulempung karbonan, yaitu batulempung yang mengandung karbon, berwama abu abu kehitaman dan umumnya lunak.
2.2 Faktor Faktor Penting dalam Pembentukan Batubara
Faktor penting dalam pembentukan batubara diantaranya adalah paleogeografi dan tektonik, serta iklim (Stach dkk, 1982 dan Diessel, 1992). Faktor ini sangat menentukan dalam proses pembentukan rawa rawa penghasil batubara.
Paleogeografi dan tektonik berpengaruh besar terhadap perkembangan endapan gambut yang tebal yang akhirya akan menentukan pembentukan lapisan lapisan batubara. Namun ada beberapa kriteria sehingga perkembangan endapan batubara tersebut diatas dipenuhi :
• Permukaan air tanah yang naik secara menerus tapi perlahan dan diikuti oleh penurunan permukaan tanah.
Apabila permukaan air tanah naik terlalu tinggi akibat dari penurunan permukaan tanah yang sangat cepat, akan mengakibatkan rawa rawa pembentuk gambut tergenang air, pembentukan sedimen laut serta danau air tawar (batulempung, batulanau dan batugamping) akan segera terjadi sehingga dapat mempengaruhi pembentukan gambut.
Apabila penurunan permukaan tanah terlalu perlahan, bahan rombakan tanaman dipermukaan tanah akan membusuk dan endapan gambut yang sudah terbentuk akan segera tererosi.
• Perlindungan rawa rawa gambut terhadap genangan air laut dan air limpahan banjir sungai dengan adanya tanggul tanggul alam.
• Pasokan sedimen sungai (influx) tidak boleh berlebihan, agar pembentukan gambut dapat berjalan dengan baik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembentukan batubara sangat tergantung pada kondisi paleogeografi dan tektonik di dalam wilayah cekungan sedimentasi.
Iklim sangat ditentukan oleh posisi geografi, karena kondisi demikian akan berpengaruh besar terhadap jenis tumbuhan sebagai sumber pembentukan batubara. Iklim tropis dan subtropis merupakan iklim yang sesuai bagi pembentukan hutan hutan rawa. Kondisi iklim ini dicirikan oleh tingginya akumulasi tumbuh tumbuhan dan pemusnahan atau degradasi. Sedangkan pada iklim basah dan sedang, tingkat pertumbuhan dan pembusukan (dekomposisi) sangat lambat. Batubara yang terbentuk pada lklim tropis dan subtropis umumnya dicirikan oleh lapisan tebal, berwarna terang (bright) yang terbentuk dari batang kayu (pohon pohon), sebaliknya batubara yang terbentuk pada iklim basah dan sedang umumnya tipis.
2.3 Lingkungan Pengendapan
Batubara umumnya diendapkan pada lingkungan/daerah rawa rawa tempat dimana banyak ditemukan tumbuh tumbuhan sebagai asal pembentuk batubara. Sekitar 90% batubara di dunia, termasuk Indonesia, terbentuk pada lingkungan paralik, yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, paparan delta dan fluviatil/sungai pada kondisi reduksi (Gambar 2.1).
Pengendapan batubara di dataran pantai terjadi pada rawa rawa di belakang pematang pasir pantai, yang kearah darat berasosiasi dengan sistem laguna. Daerah ini tertutup dari hubungan dengan laut terbuka, pengarah oksidasi air laut tidak ada, sehingga menunjang pembentukan batubara pada rawa rawa pantai (Gambar 2.2).
Pengendapan batubara pada lingkungan delta terjadi pada rawa rawa cekungan limpahnya (backswamp) dan di daerah paparan delta (delta plain). Sedangkan di daerah delta front dan prodelta batubara tidak terbentuk, karena posisinya berada dibawah permukaan laut (Gambar 2.3).
Pengendapan batubara pada lingkungan fluviatil dapat terjadi pada rawa rawa dataran banjir (flood plain) dan belakang tanggul alam (natural levee) dan sistem sungai yang bermeander. Batubara pada hngkungan inj pada umumnya berbentak lensa lensa, karena membaji ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya (Gambar 2.4).
Apabila lingkungan pengendapan batubara dipengaruhi air laut (marine environment), maka pada lapisan batubara tersebut akan ditemukan mineral pirit dalam jumlah yang signifikan (dapat mencapai 5% volume, seperti yang ditemukan pada batubara yang diendapkan di Cekungan Barito, Kalimantan Tengah sebelah selatan).
Lapisan batubara umumya berasosiasi dengan batuan sedimen klastik halus, antara lain batulempung, batulanau dan batupasir halus. Lapisan lapisan batuan yang berasosiasi dengan batubara disebut sebagat lapisan pembawa batubara, dan dapat mencapai ketebalan ratusan meter.
Ditinjau dari proses terbentuknya, batubara, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
Batubara insitu atau autochthonous, yaitu batubara yang terbentuk di tempat dimana tumbuhan asal berada. Pada umumnya batubara jenis ini memiliki lapisan yang cukup tebal dengan kandungan abu rendah. Ciri batubara insitu di lapangan adalah ditemukan sisa sisa tanaman (seat earth) pada lantai batubara. Disamping itu batas antara batubara dengan lapisan batuan di bawah dan di atasnya adalah berangsur (gradual), serta umumnya tidak ada atau jarang pengotor. Hampir seluruh batubara komersial di Indonesia termasuk ke dalam jenis autochthonous, hal ini diperlihatkan oleh kandungan abu batubara Indonesia yang sangat rendah < 10%.
Gambar 2.1 Lingkungan Pengendapan Kemungkinan Terbentuknya Endapan Batubara di Daerah Delta – Fluviatil
Gambar 2.2 Pola Pembentukan Endapan Batubara di Belakang Pematang Pasir Pantai
Gambar 2.3 Pola Pembentukan Endapan Batubara pada Lingkungan Delta
Gambar 2.4 Pola Pembentukan Endapan Batubara pada Lingkungan Fluviatil
Batubara tertransportasi (transported) atau allochthonous, yaitu batubara yang terbentuk tidak pada tempat dimana tumbuhan asal terdapat, sehingga harus melalui proses transportasi ke tempat pengendapan. Batubara jenis ini biasanya memiliki lapisan yang tipis dan mengandung material mineral cukup signifikan (dicerminkan oleh tingginya kadar abu/ash content) dibandingkan dengan batubara insitu. Di lapangan batubara tertransportasi dapat diamati dengan memperhatikan batas antara lapisan batubara dengan lapisan batuan di bawah dan di atasnya yang sangat jelas/tajam atau bahkan erosional.
Batubara pada umumnya terbentuk berlapis lapis mengikuti lapisan batuan sedimen sebelumnya dengan ketebalan yang relatif homogen. Akan tetapi kadang kadang lapisan batubara tidak menerus mengikuti perlapisan sedimen sebelumnya sebagai akibat dari proses pengendapan, bentuk cekungan, lingkungan pengendapan, tektonik atau kegiatan magma. Beberapa contoh bentuk lapisan batubara yang tidak menerus digambarkan seperti pada Gambar 2.5, sedangkan variasi ketebalan lapisan diperlihatkan pada Gambar 2.6.
Korelasi suatu lapisan batubara dengan lapisan batubara lainnya merupakan salah satu pekerjaan utama sebagai tahap awal dari suatu rangkaian panjang kegiatan eksplorasi, baik dalam membuat perhitungan sumberdaya maupun dalam tahap pengembangan selanjutnya. Dalam menarik korelasi antar lapisan batubara, terlebih dahulu harus dicari lapisan penunjuk (key bed) yang diharapkan dapat ditemukan disetiap lapisan batubara.
Lapisan penunjuk ini dapat berupa lempung pengotor (dirt band/partings) atau lapisan batubara keras yang terkersikkan, seperti yang ditemukan di lapangan batubara Tanjung Enim, Sumatera Selatan yaitu pada lapisan batubara Mangus dan lapisanbatubara Suban dengan lapisan pengotor antara 3 cm hingga 25 cm. Selain dari pada itu lapisan penunjuk dapat berupa batuan yang ada di bagian bawah atau atas dari lapisan batubara tersebut.
Pemahaman mengenai bentuk bentuk lapisan batubara sangat penting, karena semua ini akan berhubungan dengan perhitungan cadangan yang selanjutnya akan menentukan apakah batubara yang ada di daerah tersebut layak atau tidak untuk dikembangkan.
Gambar 2.5 Contoh-contoh Lapisan Batubara yang Tidak Menerus
Gambar 2.6 Contoh-contoh Variasi Ketebalan Lapisan Batubara
3. Pemanfaatan Batubara (Coal Utilization)
Batubara dimanfaatkan terutama sebagai batubara uap atau ‘steaming coals’ pada pembangkit tenaga listrik atau sebagai ‘raw’ material dalam pembuatan coke metalurgi pada pada industri baja. Secara signifikan batubara juga digunakan pada industri semen. Steaming coal biasanya menggunakan batubara peringkat rendah, sedangkan batubara metalurgi menggunakan batubara peringkat tinggi. Namun ketersediaan batubara yang dapat memberikan spesifik energi yang tinggi seperti yang dimiliki oleh batubara peringkat tinggi di Indonesia sangat terbatas.
Pemanfaatan batubara peringkat rendah berbeda dengan batubara peringkat tinggi, demikian pula kandungan material mineralnya dapat mempengaruhi secara signifikan pada pemanfaatannya secara efektif. Perbedaan ini mengarah kepada perlakuan yang diberikan kepada batubara peringkat rendah, misalnya pada disain pembangkit tenaga listrik. Tingkat keefektifan batubara di dalam fungsinya sebagai sumber energi atau bahan bakar (fuel) tergantung kepada kualitas.
Di dalam berbagai tujuan pemanfaatan batubara, kualitas batubara dinilai dari tiga komponen yaitu ‘grade’, ‘rank’ dan ‘type’. Grade menunjuk kepada jumlah, jenis dan asosiasi material mineral dalam batubara. Kandungan abu dan kemudahan batubara untuk dibersihkan (‘washability’) adalah dua sifat batubara yang sangat tergantung pada grade. Rank adalah posisi suatu lapisan batubara dalam proses ‘coalification’ atau ‘coal metamorphism’ dari peat sampai meta-antrasit. Sejumlah sifat batubara berhubungan erat dengan rank, misalnya reflektan vitrinit (Rv), kandungan karbon dan zat terbang. Reflektan vitrinit dianggap sebagai indikator rank dalam kisaran yang lebar dari peat sampai dengan meta-antrasit, dibandingkan dengan indikator rank yang lain. Type menunjukkan kandungan material organik yang membentuk suatu lapisan batubara. Analisis maseral adalah metoda yang paling baik dan langsung dalam menentukan type batubara.
Ketiga komponen di atas merupakan ‘physical properties’ atau sifat-sifat fisik yang dimiliki batubara. Disamping itu batubara mempunyai ‘chemical properties’ atau sifat-sifat kimia. Sifat-sifat kimia ini juga digunakan sebagai parameter penilaian kualitas batubara (‘coal quality parameter’) artinya suatu endapan batubara dianggap mempunyai kualitas tertentu apabila nilai parameter kualitas terpenuhi.
Pemahaman yang baik mengenai ‘Physical properties’ dan ‘Chemical properties’ suatu endapan batubara sangat diperlukan untuk menentukan kearah mana batubara akan dimanfaatkan. Gambar berikut ini memperlihatkan secara umum beberapa pemanfaatan batubara dari jenis/type batubara berdasarkan rank.
Gambar 3. Pemanfaatan Batubara Berdasarkan Jenis Batubara
3.1 Parameter Kualitas Batubara dan Pengaruhnya Terhadap ‘Coal Utilization’
Panduan ini didasarkan pada sifat fisik dan kimia batubara seperti diuraikan dalam Parameter Kualitas Batubara dalam hubungannya dengan pemanfaatan batubara untuk industri. Tujuannya adalah menyediakan informasi ringkas mengenai pemanfaatan yang paling mungkin bagi batubara tertentu.
• Parameter Kualitas Batubara yang Umum digunakan
• Kandungan Air (Moisture Content)
 Umum
 Pengurangan kandungan air
 Pengaruhnya pada beberapa aplikasi (mis. pada pembakaran, pembuatan coke)
• Kandungan Abu (Ash Content)
 Umum
 Keterdapatan
 Komposisi dan sifat
 Pengaruh pada beberapa aplikasi
• Kandungan Zat Terbang (Volatile matter content)
 Umum
 Pengaruh pada preparasi
 Pengaruh pada beberapa aplikasi
• Kandungan Karbon (Fixed carbon content)
• Nilai Kalori (Calorific value)
 Umum
 Gross dan Net Nilai Kalori
 Pengaruh pada pembakaran (combustion)
• Kandungan Sulfur (Sulfur content)
 Umum
 Pengaruh pada pembakaran
 Pengaruh pada beberapa aplikasi
• Kandungan Unsur-unsur dalam Batubara (H, O, N, dll.)
• Sifat-sifat Fisik (Physical properties)
 HGI
 Abrasion Index
 Size distribution
• Sifat-sifat ‘Caking’ dan ‘Coking’ (Caking and Coking properties)
 Umum
 Evaluasi sifat-sifat ‘Caking’ dan ‘Coking’
o FSI
o Caking Power
o Gray King Assay
o Dilatometry
o Plastometry
 Perbandingan sifat-sifat ‘Caking’ dan ‘Coking’
 Pengaruh pada pembakaran
3.2 Beberapa Macam Pemanfaatan Batubara
Gasifikasi Batubara (Coal Gasification)
Pencairan Batubara (Coal Liquefaction)
Upgraded Brown Coal
3.3 Ringkasan Kualitas Batubara dalam Beberapa Kebutuhan
Pembangkit tenaga listrik (Power generation)
Pabrik semen (Cement manufacture)
Pembuatan Coke (Coke manufacture)
4. Kandungan Sulfur dan Trace Elements Beberapa Batubara Indonesia
5. Sumber Energi Alternatif Lain
Gambut
Oil Shale
Methane
6. Prospek dan Peluang Batubara Sebagai Energi
Pemanfaatan batubara banyak tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah rank, komposisi dan kualitas seperti kadar abu, kandungan karbon atau sulfur. Batubara umumnya dimanfaatkan pada proses ˜combustion seperti pada instalasi pembangkit tenaga listrik, pabrik semen, juga untuk menghasilkan coke metalurgi, bahan dasar pabrik kimia, batubara cair (liquefaction) dan gasification. Walaupun dibayangi dengan perkembangan produksi minyak dan gas bumi yang cepat, dimasa mendatang diperkirakan batubara masih akan menjadi sumber daya energi dunia.
Hasil penyelidikan selama lebih dari tiga dasawarsa menunjukkan bahwa endapan batubara Indonesia meliputi batubara peringkat rendah yang umumnya berumur Neogen dan batubara peringkat tinggi yang umumnya berumur Paleogen. Berdasarkan kompilasi data hasil penyelidikan endapan batubara baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta (DIM, 2005), sumber daya batubara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 peringkat :
Angka tersebut menunjukkan bahwa batubara Indonesia didominasi oleh batubara kalori sedang dan rendah (50.785 juta ton) atau hampir 84% dari seluruh sumber daya batubara yang terdata. Batubara kalori sedang dan rendah ini juga meliputi batubara dengan kandungan air tinggi dan batubara jenis lignit dengan nilai kalori + 4000 kcal/kg, membuatnya sulit menjadi komoditi ekspor. Pemanfaatan batubara Indonesia peringkat rendah ini masih terbatas untuk pembangkit tenaga listrik mulut tambang.
Dengan melihat kepada sumberdaya batubara Indonesia yang mencapai lebih dari 50 milyar ton, sedangkan cadangan batubara tidak lebih dari 7 milyar ton, atau hanya sekitar 14% nya, maka peluang eksploitasi masih cukup besar dengan mengingat kebijakan pemerintah ‘National Energy Mixed’ dengan target pada tahun 2025 untuk terus mengurangi ketergantungan energy pada minyak bumi.
Gambar 6.1 Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia (DIM, 2005)
Itulah penjelasan mengenai Pemanfaatan Batubara (Coal Utilization), semoga bermanfaat buat anda.