Pengantar Geologi Lingkungan

368 View

Pengantar Geologi Lingkungan

1.1. LATAR BELAKANG

Geologi lingkungan adalah ilmu geologi yang diterapkan pada perencanaan pembangunan dan pekerjaan perbaikan lingkungan akibat masalah lingkungan modern maupun alam seperti penambangan atau aktivitas penggalian lainnya, hujan asam, polusi air tanah, gempa bumi, masalah waste disposal, aktivitas gunung api maupun longsoran. Jadi disini lebih ditekankan bahwa faktor pembatas utama adalah proses geologi (kondisi geologi) dalam hubungannya geologi terapan.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Geologi lingkungan diharapkan mampu memberikan bekal dan kesadaran bagi perencana/pelaksana pembangunan dan penambangan/penggalian bahwa masalah lingkungan semakin membesar dan kompleks seiring semakin besarnya aktivitas pembangunan atau penambangan. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan tuntutan lingkungan hidup yang lebih baik akan mempunyai konsekuensi yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Ini berarti bahwa akan semakin banyak masalah yang harus dihadapi dan semakin besar keputusan yang harus dibuat. Seringkali adanya pengertian atas satu atau lebih proses geologi, akan membantu menemukan jawaban yang sesuai dalam menangani masalah lingkungan.

1.3. MATERI MODUL GEOLOGI LINGKUNGAN

Materi modul dari geologi lingkungan akan mencakup beberapa topik :

  1. Peranan geologi dalam perencanaan permukiman di sekitar penambangan dan cara perbaikan.
  2. Input geologi dalam penilaian pengaruh lingkungan dengan studi kasus pada tambang batubara dan pembuatan dam.
  3. Cara penilaian dan aspek lingkungan dari tanah dan batu bahan kontruksi.
  4. Geologi dari tanah dan deposit alluvial lainnya.
  5. Bahaya alamiah akibat gejala geologi yaitu gempa bumi dan letusan gunung api.
  6. Fluvial dan offshore engineering.
  7. Rekayasa subsidence.
  8. Waste diposal dan cara reklamasinya untuk daerah yang dekat permukiman.

9. Engineering dari tailing dam.

2. Ruang Lingkup Geologi Dalam Perencanaan Permukiman

Tanpa disadari, ahli geologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam perencanaan tata ruang suatu daerah, baik untuk permukiman maupun untuk pertambangan.

Ruang lingkup yang ditangani ialah :

  1. Optimasi pemakaian suatu wilayah permukiman (jika pilihan memungkinkan) atau membuat alternatif desain untuk pekerjaan remedial (jika dan tidak ada pilihan lokasi lain).
  2. Penelitian tanah/batuan menentukan lokasi yang tidak menguntungkan untuk pondasi (misalnya : sweeling clay) dan ketidakstabilan lereng.
  3. Penelitian lokasi daerah sumber bahan bahan kontruksi.
  4. Melakukan pendugaan kondisi penggalian.
  5. Penanganan air permukaan dan air tanah serta lokasi tandon air.
  6. Melakukan identifikasi untuk menghindari sterilisasi dari sumber mineral.
  7. Melakukan evaluasi kemungkinan bahaya geologi (longsoran, banjir, erosi pantai, amblesan, gempa bumi dan aktifitas gunung api).
  8. Melakukan pemetaan dan identifikasi lokasi yang mempunyai arti geologi yang penting.

Disamping yang disebut di atas, seringkali seorang ahli geologi diminta untuk melakukan pekerjaan evaluasi pendahuluan daru suatu pembangunan infrastruktur seperti :

  1. Jalan raya, jalan KA, jembatan
  2. Perkotaan
  3. Dam, bendungan, waduk
  4. jalur dan pipa air serta aquaduct
  5. Fasilitas pembuangan air kotor dan air hujan
  6. Land fill

2.1. Penelitian Geologi Untuk PERENCANAAN PERMUKIMAN

Pekerjaan pendahuluan yang sering dilakukan untuk urban planning dari segi geologi adalah ;

1. Pemetaan detil dari kondisi tanah, geologi, geomorfologi dan air tanah pada skala 1 : 1.000 sampai 1 : 10.000.

2. Penambangan lubang bor, auger and test pit, pemantauan air tanah dan aktivitas seismik.

3. Membuat data base, dari kondisi geologi, geoteknik, hidrogeologi, dan lokasi bor air.

4. Evaluasi batas tapak kontruksi yang ada di sekitar lokasi dan cara penanganannya.

2.2. TREND Geologi Teknik Di Daerah URBAN

Karena jumlah penduduk semakin besar, maka kebutuhan akan tanah yang strategis semakin tinggi, sehingga harga tanah diperkotaan semakin mahal. Hal ini menimbulkan usaha-usaha optimasi pemakaian lahan, sehingga menimbulkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut :

  1. Pemakaian kembali lokasi pabrik dan tempat pembuangan limbah untuk perumahan mewah yang mahal (masalah yang timbul tanah urug, limbah beracun, toxic waste dll).
  2. Perluasan wilayah permukiman ke lokasi bekas tambang masalah dihadapi : dangkal (yang dihadapi : waste dump, amblesan, lokasi bekas tambang yang terbakar dll).
  3. Pembangunan terowongan dan jalan tol didaerah yang lalu-lintasnya sangat padat (seringkali karena tidak ada pilihan lain, harus melalui daerah dengan kondisi geoteknik yang sangat jelek.
  4. Dalam pekerjaan konstruksi batasan besarnya getaran akibat peledakan yang diijinkan sehingga mechanical excavation lebih disukai untuk batuan keras.
  5. Pembuatan ruang bawah tanah yang dalam, sehingga menimbulkan masalah longsoran, air tanah, banjir.
  6. Pemakaian artificial agregate, dalam usaha stabilisasi dasar jalan.

3. MASUKAN GEOLOGI UNTUK PENILAIAN PENGARUH LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL IMPACT STATEMENT/ EIS)

Pada sub bab ini diberikan contoh dari faktor-faktor yang harus diketahui oleh ahli eksplorasi/geologi untuk memperkirakan pengaruh lingkungan akibat dari kegiatan penambangan batubara (eksplorasi sampai pengolahan). Disamping itu juga diberikan contoh suatu aktivitas pembuatan dam yang tidak lepas dari suatu kegiatan penambangan (pengambilan agregat untuk tubuh dam).

3.1. Kondisi Yang Ada Akibat Tambang Terbuka batubara

Akibat usaha penambangan batubara secara tambang terbuka beberapa kondisi yang umum dijumpai di lapangan adalah :

  1. Perubahan tata air

Pengambilan air di permukaan maupun air tanah untuk keperluan penambangan atau dewatering akan merubah tata air yang ada, misalnya terjadinya penurunan m.a.t.

  1. Pencemaran air

Pencemaran air, perairan meliputi : air berubah menjadi asam, silt suspesion (keruh), perubahan warna, pencemaran kimia dan logam berat.

  1. Getaran tanah, sebagai akibat peledakan.
  2. Spoil piles, operasi penambangan yang tidak teratur / bersih.
  3. Adanya genangan atau rongga bawah tanah bekas penambangan.

3.2. Input / Output EIS Untuk Tambang Terbuka BATUBARA

Sebagai Input dan EIS dan segi geologi adalah :

  1. Lahan

Biasanya merupakan hutan atau semak atau ladang yang kurang berharga. Tetapi kadang berada di daerah HTI, perkebunan, taman nasional.

  1. Tanah

Kesuburan tanah serta ketebalannya sangat bermanfaat untuk program reklamasi, demikian pula mengenai kemantapan tanah terhadap laporan atau erosi.

  1. Air

Dalam tambang air batubara dipergunakan untuk pencucian (jika ada), pengolahan untuk menyiram jalan agar debu berkurang, reklamasi dll.

4. Kondisi geologi

Jenis batuan, struktur geologi sangat mempengaruhi kestabilan daerah tambang dan sekitarnya, sehingga parameter-parameter geotekniknya perlu diketahui.

Sedangkan sebagai output untuk penilaian EIS adalah penimbunan tanah penutup, material kasar/halus yang ditolak dari pencucian (tailing), debu (baik dari inorganic silt dan lempung, maupun batubara halus). Air limbah (kadang asam, keruh), masalah top soil, batubara dengan kualitas rendah dll.

3.3. Informasi EIS Pada Tahap Eksplorasi Batubara

Informasi penting yang harus diketahui adalah lapisan :

  • Lapisan Batubara

Dari beberapa lapisan, harus ditentukan daerah mana yang harus ditambang dan daerah mana yang diabaikan (perlu dicatat kadang-kadang untuk memaksimumkan keuntungan, lapisan yang sub-ekonomik juga ditambang). Perlu dipetakan batas dari lapisan yang berpotensi menjadi sumber racun/tidak beracun. Kemungkinan terjadinya spontaneous combustions pada lokasi batubara yang ditolak.

  • Overburden

Hal yang perlu mendapat perhatian adalah : swelling factor, karakteristik pelapukan dan spoil material, kemungkinan amblesan, landslide, dan retakan pada dumping area. Kemungkinan masalah peledakan akibat adanya sandstone yang keras, sehingga perlu diketahui perbandingan antara sandstone dan shale. Juga perlu mendapat perhatian kemungkinan munculnya zat yang beracun dari overburden.

Jumlah dan karakteristik overburden (kemungkinan pemakaian kembali pada masa yang akan datang).

  • Tanah

Kondisi profile tanah dan ketebalan tanah yang akan digunakan untuk rehabilitasi perlu diketahui, demikian pula kemungkinan dilakukannya selective stripping, munculnya expansive, soil, dispersive soil serta lapisan garam dan penyebarannya. Yang juga perlu mendapat perhatian adalah kesuburan tanah, pH dan sebagainya.

  • Air tanah

Hal yang harus diperhatikan adalah sistem dan sifat aquifer yang ada, kondisi MAT, parameter hidrogeologi, kualitas air dan pemakaian air. Kemungkinan adanya masukan/keluaran air dari pit, perhitungan efek regional dari pengambilan air tanah, pengaruh air tanah terhadap kestabilan lereng, high well blasting, stabilitas dari spoil pile.

3.4. PENGARUH Metoda Penambangan Batubara Terhadap Lingkungan

  1. Dragline Stripping

Overburden yang ditimbun biasanya berupa tanah lepas sehingga mudah mengalami penurunan yang besar. Adanya muka spoil pile yang tinggi dan curam akan menimbulkan masalah ketidakstabilan. Adanya kemonotonan antara puncak, lembah pada deretan spoil pile dan biasanya membentuk ruang yang sempit dan panjang. Tetapi keuntungannya sangat sedikit batubara yang terbuang.

  1. Truck and Shovel Stripping

Kemungkinan selektif dumping dan progressive reshaping dapat dilakukan. Truk akan menimbulkan kebisingan dan debu, tetapi metida ini sangat cocok untuk multi seam karena blending dapat dilakukan tetapi kemungkinan spontaneous combustion lebih besar.

3.5. Penanganan Lingkungan Selama Penambangan

Agar usaha penambangan batubara tidak menimbulkan masalah lingkungan maka beberapa hal harus dilakukan :

  1. Monitoring peledakan, pemakaian small charge per delay, stemming yang baik pada lubang tembak.
  2. Monitoring debu, penyiraman dengan air, penanaman segera di daerah spoil pile.
  3. Penimbunan yang selektif dan terencana dari material yang berpotensi menghasilkan limbah / racun.
  4. Top soil diletakkan terpisah dari waste dumps untuk rehabilitasi / reklamasi yang akan datang.
  5. Pembuatan pelindung/peredam atau penanaman pohon sehingga membentuk pelindung dari gangguan kebisingan.
  6. Pembuatan buffer zone ( 500 m) di sekeliling pit.
  7. Pembuatan waduk di daerah KP dan pemakaian kembali air (recycling).
  8. Air permukaan dan air hujan yang jatuh di sekitar pit dialirkan ke dam / pit yang telah ditinggalkan.
  9. Pemilihan dumping area yang aman dan tidak membahayakan permukiman yang ada.

3.6. MASALAH Jangka Panjang Dari Tambang Batubara

Masalah yang timbul akibat tambang batubara tersebut dalam jangka panjang adalah :

  1. Sangat sukar menentukan volume ruang kosong akibat penambangan setelah selesai penambangan.
  2. Pemakaian sebagai danau buatan sangat dipengaruhi oleh penguapan, water balance, keasaman dan estetika.
  3. Reshapping dan spoil pile harus benar sehingga dapat digunakan sebagai hutan, penggembalaan maupun pertanian.
  4. Masalah air asam tambang setelah operasi penambangan siapa yang akan menangani.

3.7. EIS Input Dam dan Reservoir

Biasanya dalam operasi penambangan diperlukan dam, baik sebagai sumber penyimpanan air dan pembangkit listrik, untuk keperluan penambangan, atau pembuangan tailing. Disini terdapat beberapa faktor yang menjadi input yaitu :

  1. Faktor lingkungan dalam pembangunan dam

Nilai ekonomis yang akan dicapai (khususnya untuk pembangkit listrik, tailing dam). Biasanya akan menggenangi daerah yang subur serta hilangnya kehidupan satwa lain, kemungkinan gagal/jebol, kemungkinan adanya evaporasi yang tinggi.

  1. Kondisi geologi

Hilangnya sumber mineral (misalnya : batubara), adanya sedimentasi di dalam bendungan dan meningkatnya erosi di hilir karena beban yang berkurang. Kemungkinan kebocoran ke aquifer (sangat umum jika terdapat lapisan gamping porus di dalam daerah genangan). Adanya kebocoran di bawah as dam akan menimbulkan ketidak-stabilan bendungan. Adanya aktivitas seismik akibat pengisian bendungan. Masalah ketidak-stabilan lereng disekitar daerah genangan (karena adanya penurunan air yang cepat).

  1. Pembatas lingkungan dalam pembangunan dam

Untuk optimasi biasanya bahan konstruksi diambil dari daerah genangan sendiri (yaitu : rockfill, clay, aggregate,filter dan rip rap). Pemilihan lokasi berdasarkan kapasitas penampungan, material yang murah bukan berdasarkan kondisi pondasi yang terbaik.

  1. Investigasi dari dam yang ada dan pekerjaan perbaikannya

Agar tercapai suatu keamanan maka perlu melakukan uji kembali apakah spill way cocok untuk banjir 100 tahun (karena kadang-kadang kondisi berubah). Penelitian rembesan pada kaki pondasi dan kestabilan dari kaki bendungan (mungkin membutuhkan cable anchor, residual grouting). Disamping itu juga masalah kontrol sedimen (atau apakah diperlukan trap dam tidak).

4. AMBLESAN (SUBSIDENCE)

Yang dimaksud dengan amblesan yaitu subsidence adalah turunnya permukaan tanah sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dibawah tanah

4.1. Penyebab Terjadinya Amblesan

Amblesan dapat terjadi di berbagai tempat dan disebabkan oleh banyak faktor, misalnya :

  1. Tambang batubara, terutama metoda penggalian keseluruhan (total extraction) contohnya metoda longwall atau block caving. Tetapi kadang-kadang pada sistem room and pillar pada kedalaman yang dangkal memungkinkan terjadinya amblesan dan geometri dari amblesan mencerminkan pola pola support yang ada. Adanya spontaneous combustion pada lapisan batubara juga bisa menyebabkan timbulnya amblesan. Amblesan sebagai akibat penambangan biasanya hanya terjadi pada skala kecil (lokal) yaitu di daerah bekas tambang yang bersangkutan saja. Meskipun demikian faktor geologi tetap mempunyai peranan yang penting.
  2. Penambangan untuk endapan berlapis (stratiform), contohnya garam, bijih besi, gipsum dll.
  3. Pemompaan air tanah, uap geothermal dan minyak bumi yang berlebihan, akan menaikkan efektif stress dan mengakibatkan kompaksi dan amblesan tanah.
  4. Penambangan pada badan bijih yang mempunyai kemiringan yang sangat tajam dan berbentuk pipa.
  5. Pengeringan pada endapan gambut atau lignite.
  6. Akibat tektonik, biasanya peristiwa ini terjadi akibat turunnya bagian bawah dari patahan atau sinklin. Umumnya terjadi sangat lambat walaupun pernah terjadi amblesan sedalam 2 m dalam waktu yang singkat.
  7. Beban dari luar.
  8. Pelarutan batuan di bawah tanah. Amblesan ini umumnya terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batu gamping, dolomite dan gipsum. Pelarutan ini merupakan proses alamiah, tetapi akibat perubahan hidrologi kemungkinan proses pelarutan akan dipercepat sehingga menyebabkan amblesan.

4.2. Masalah-masalah yang diakibatkan oleh Amblesan

  1. Retakan pada dinding batu yang disebabkan oleh tekanan dan tarikan.
  2. Mengubah bentuk bingkai pintu dan jendela, dan badan jalan.
  3. Bangunan-bangunan tinggi menjadi tidak seimbang atau miring, misalnya chimney, tower transmisi.
  4. Masuknya air ke area penambangan.
  5. Banjir pada daerah rendah atau menjadi rawa.
  6. Kerusakan pada jaringan pipa atau terjadinya aliran balik di dalam pipa.
  7. Retakan terbuka sampai ke permukaan tanah akan mengakibatkan rusaknya konstruksi di atasnya.
  8. Perubahan pola aliran permukaan dan air tanah.

4.3. PENGARUH GEOLOGI PADA TERJADINYA AMBLESAN

4.3.1. Bagaimana ?

Litologi mempengaruhi kuat tarik, regangan hancur, kekakuan dan bulking factor dari perlapisan atap (roof strata). Karakteristik joint, terutama spasi dan vertical persistence sangat mempengaruhi ukuran blok, kecepatan amblesan dan regangan permukaan. Individual joint sangat mungkin akan terbuka menjadi rekahan permukaan.

Struktur planar (patahan, dyke) mengakibatkan pergerakan permukaan sepanjang pada jejak permukaannya.

Kedalaman pelapukan (dan material tanahnya) mempengaruhi besarnya rekahan permukaan, sudut limit dan regangan maksimum.

Topografi permukaan dan kemiringan perlapisan subsurface mempengaruhi simetri dari profil amblesan dan distribusi regangan tarik dan tekan.

Sebaliknya, amblesan mempengaruhi massa aliran hidrologi yaitu dengan terjadinya rekahan massa batuan pada saat terjadi tegangan tarik tetapi akan tertutup kembali, dan terjadi perubahan pola aliran air di permukaan dan bawah tanah.

4.3.2. Efek Litologi

Pada umumnya amblesan berhubungan dengan perlapisan yang masif (seperti sandstone, conglomerate, limestone) dengan kekuatan massa batuan yang besar (50-60 MPa) karena itu mempunyai rigiditas yang tinggi dan tensile bending yang rendah.

Faktor amblesan untuk lapisan shale mencapai 0.9 dibandingkan dengan sandstone masif dimana faktor amblesannya hanya 0.55 – 0.65 (data dari tambang batubara di Illawara dan New Castle). Tetapi beberapa shale sangat masif dan kaku (100 MPa) maka akan ambles seperti layaknya sandstone yang masif.

Patahan atau rekahan yang tidak menerus (bridging characteristic) pada lapisan yang masif dapat digunakan untuk pilar dan panel dimana terjadinya perubahan regangan akibat amblesan sangat dibatasi, misalnya di daerah perkotaan.

4.3.3. Joint

Kekar terbuka karena adanya regangan tarik, 200 mm mungkin terjadi di lapangan tetapi yang umumnya terjadi adalah 25-50 mm, sedangkan bukaan 600 mm sangat jarang terjadi.

Pembukaan joint umumnya mengarah secara subparalel (lebih kurang 300) dari garis muka yaitu sepanjang garis yang mempunyai regangan tarik maksimum. Joint terbuka pada saat terjadinya fase tarikan (tensile phase) dari gelombang amblesan dan umumnya akan menutup kembali pada fase tekanan (compressive phase). Joint yang akan tetap terbuka umumnya terjadi di ujung panel.

Joint terbuka atau rekahan sangat nampak pada outcrop atau di bawah lapisan tanah yang tipis terutama dekat jurang, dimana sangat mungkin menjadi penyebab rockfalls.

Rekahan yang sangat lebar dengan jarak antar rekahan lebih kurang 100 m terdapat di sepanjang master joints. Pergerakan pada master joint menyebabkan patahnya massa batuan dan mengurangi nilai faktor amblesan.

4.3.4. Fault dan Dykes

Pengaruh amblesan pada patahan dan dykes hampir sama dengan pada master joint tetapi dapat terjadi lebih merusak (pada daerah yang terjal dapat terjadi lemparan sejauh 1-2 m), bila lapisan tanahnya tebal dapat mengakibatkan tonjolan ke atas bump.

Yang juga perlu diperhatikan adalah masuknya aliran air tanah ke daerah kerja karena patahan atau dykes mempunyai arah yang cenderung lebih vertikal daripada joint.

4.3.5. Pelapukan Tanah dan Endapan Bagian Atas

Pada umumnya tidak mempengaruhi amblesan tetapi mengurangi regangan permukaan, terutama mengurangi konsentrasi regangan karena adanya kekar terbuka.

Pelapukan menyebabkan kekuatan batuan menjadi lebih kecil dan mudah terdeformasi daripada batuan induknya, misalnya saprolit dan residual soil cenderung berprilaku plastis daripada brittle. Pelapukan menyebabkan kesulitan mengidentifikasi pergerakan amblesan dari mengembang atau mengkerut karena perubahan kelembaban alami.

Pasir lepas dan jenuh di rawa-rawa utama cenderung mengalir karena amblesan sehingga mengurangi pergerakan vertikal dan regangan, dan meningkatkan sudut batas (misalnya amblesan pada permukaan yang datar tetapi efeknya lebih luas.

4.3.6. Efek Topografi

Efek topografi pada amblesan sangat sederhana, untuk daerah daerah perbukitan regangan tarik meningkat sepanjang ride lines dan regangan tekan meningkat disepanjang lantai gully.

Perlu ditambahkan bahwa prediksi amblesan secara empirik didasarkan pada ketinggian permukaan kerja, dimana kondisi ini tidak dapat dipakai untuk lereng yang curam.

4.3.7. Hidrologi

Sumur-sumur air akan kehilangan airnya pada saat terjadi tarikan amblesan karena pergerakan massa batuan.

Tinggi muka air cenderung mengikuti sampai pada level akhir amblesan maka secara keseluruhan akan terjadi peningkatan permeabilitas. Tetapi aquiclude akan runtuh menyebabkan kebocoran antara aquifer. Hal ini bisa menyebakan terjadinya intrusi air laut jika berada di daerah dataran pantai.

Lubang bor yang tidak bercasing kemungkinan akan runtuh akibat adanya shearing sepanjang bedding dan adanya aquifer yang runtuh akan menyebabkan tambang kebanjiran, sebab lubang bor dan patahan akan berfungsi sebagai saluran air.

Sampai saat ini di Indonesia belum ada tambang yang berada di bawah waduk air. Sebagai ilustrasi di daerah Australia, terdapat beberapa tambang batubara yang berada di bawah waduk. Total ekstraksi tidak diperkenankan dilakukan untuk daerah yang berada di bawah reservoir dan penambangan tidak boleh dilakukan di bawah as dam. Minimum kedalaman penggalian adalah 60 m dibawah reservoar untuk first working dan 120 m untuk Panel dan Pillar.

Gambar 1. Penggunaan kembali lokasi pembuatan gas menjadi perumahan (Technical Speaking, 1998)

Gambar 2. Penggunaan kembali lokasi pembuang sampah menjadi perumahan

Gambar 3. Aktifitas penambangan dengan dragline

Gambar 4 Kemonotonan bentang alam akibat penambangan

Gambar 5 Amblesan akibat pemampatan dari lumpur a) kondisi awal air tanah b) penurunan air tanah mengakibatkan proses pemadatan dan terbentuk amblesan (Perry, 1986)

Gambar 6 Penampakan dari amblesan dari permukaan

Gambar 7 Rekahan tarikan akibat amblesan

Gambar 8. Bentang alam akibat amblesan akibat sistem penambangan longwall

DAFTAR PUSTAKA

…….1974, Design of Small Dams, United States Department of Interior Bureau of Reclamation.

…….1983, Geology of the Sydney, Geological Survey of New South Wales.

Holla, L, 1985, Mining subsidence in NSW, Southern Coalfield, New South Wales Dept Of Mineral Resources.

Holla, L, 1985, Mining subsidence in NSW, Newcastle Coalfield, New South Wales Dept Of Mineral Resources.

Mine Rehabilitation Hard book, Australian Mining Industry Council.

Merrit, R.D, 1986, Coal Exploration, Mine Planning and Development, Noyes Publication.

Rahn, P.H., 1986, Engineering Geology an Environmental Approach,

Elsiver Science Publishing Compnay

Selby, J.,1984, Geology of the Adelaide Environment, S.A. Dept of Mines and Energy